Jelajah: Mendaki Gunung Untuk Pertama Kalinya — Gunung Kembang
“The mountains are calling and I must go.” — John Muir
Mendaki gunung memang sudah menjadi keinginan saya sejak beberapa tahun terakhir. Tinggal di kota padat seperti Jakarta, cukup sulit untuk melakukan kegiatan outdoor seperti mendaki dan trekking. Selain karena perjalanan yang harus ditempuh cukup jauh, waktu yang harus diluangkan juga banyak. Jadinya agenda saya untuk naik gunung selalu saja tertunda. Lucunya ditengah pandemi yang sedang terjadi ini saya malah mendapat kesempatan untuk mendaki salah satu gunung yang terletak di Jawa Tengah, yaitu Gunung Kembang.
Banyak yang belum tahu tentang si Kembang ini, karena Gunung Kembang baru dibuka untuk pendakian pada tahun 2018. Menurut warga sekitar Gunung Kembang merupakan “anak” dari Gunung Sindoro. Selain karena letaknya yang bersebelahan, Gunung Kembang memang lebih pendek dibandingkan dengan Sindoro. Namun, jangan remehkan si Kembang ini. Walaupun tidak terlalu tinggi, Kembang memiliki medan yang cukup menantang.
Saya mendaki Kembang melalui jalur via Blembem dan rencananya saya beserta rombongan akan tek tok saja tidak ngecamp. Syarat yang harus dipenuhi saat naik gunung ditengah situasi pandemi adalah dengan membawa bukti surat sehat atau rapid. Selain itu, Gunung Kembang juga memberlakukan peraturan ketat yang mana semua perbekalan seperti mie, snack, dan lainnya harus dicatat jumlahnya untuk ketika turun nanti akan dicek kembali harus dengan jumlah yang sama. Hal ini bertujuan agar tidak ada yang membuang sampah ketika mendaki nanti. Tentunya apabila melanggar hal tersebut akan dikenakan denda yang tidak sedikit jumlahnya. Untuk perbekalan minum juga tidak boleh menggunakan botol plastik. Di basecamp telah disediakan jerigen untuk digunakan membawa persediaan air. Last but not least, dilarang keras untuk membawa tisu basah.
Pada pukul 09:50 saya dan rombongan pun berangkat. Jalur yang ditempuh untuk mencapai puncak harus melewati 7 pos, yaitu Istana Katak, Kandang Celeng, Pos Liliput, Pos Simpang Tiga, Pos Akar, Sabana, dan Tanjakan Mesra. Salah satu hal yang saya sukai dari pendakian Kembang ini, kita akan disuguhkan dengan hamparan kebun teh yang sangat luas. Ditambah dengan udara yang begitu sejuk dan damai — tentunya sangat berbeda jauh dengan hiruk pikuk yang ada di Jakarta. Hamparan kebun teh akan terlihat selama perjalanan dari Basecamp menuju Istana Katak hingga Kandang Celeng. Jika sampai di Kandang Celeng, disitu pendakian yang sebenarnya dimulai. Vegetasi yang ada di Gunung kembang ini juga beragam. Hutan yang cukup ridang dan lembab, akar-akar yang besar dari pepohonan, serta alang-alang di sabana.
Perjalanan mendaki saya dimulai, pos demi pos telah saya dan rombongan lewati. Hingga melewati Pos Akar, rombongan saya terpaksa harus dibagi menjadi dua. Tiga orang menuju puncak, tiga orang sisanya menetap. Saya masuk ke dalam rombongan menuju ke puncak dan kami adalah rombongan para wanita. Medan pun semakin menantang ketika sampai di Sabana. Jangan terkecoh dengan sabana di Kembang, karena tidak seperti sabana yang ada dibayangan melainkan sabana dengan kontur yang cukup miring. Melewati sabana saya sampai di tanjakan mesra dengan medan yang lebih menantang lagi ditambah kabut yang mulai muncul. Tadinya saya dan rombongan berniat untuk segera turun saja tak perlu sampai ke puncak. Namun, perut kami perlu diisi dan makan perbekalan di tanjakan mesra bukanlah ide yang bagus. Setelah perjalanan menempuh medan yang cukup sulit, akhirnya saya dan rombongan sampai di puncak Kembang.
Suasana puncak begitu sepi karena hanya ada rombongan saya. Dengan kabut yang semakin tebal ternyata saya tidak diizinkan untuk melihat pemandangan Gunung Sindoro dari puncak. Seusai memakan perbekalan saya dan rombongan harus segera kembali turun karena hujan mulai menetes. Perjalanan kembali turun ternyata lebih sulit dari perjalanan muncak. Kondisi tanah yang semakin licin karena hujan yang cukup lebat. Setelah perjalanan panjang dan menantang akhirnya saya dan rombongan berhasil keluar dari hutan sebelum malam menjelang. Saya dan rombongan kembali berkumpul untuh di Istana Katak untuk kemudian memasak mie rebus. Sungguh momen yang sangat berharga.
Buat saya mendaki gunung bukan hanya tentang puncak. Bukan tentang foto-foto keren yang didapat. Buat saya mendaki gunung adalah tentang lebih dekat dengan alam. Lebih dekat dengan teman satu rombongan. Ditambah dengan perbincangan seru dan lucu dengan orang-orang basecamp menjadi hal yang tak terlupakan. Dari mendaki gunung saya belajar untuk lebih sadar akan sekeliling saya yang terkadang saya abaikan begitu saja. Saya memang tidak diberi kesempatan untuk melihat pemandangan dari puncak tapi puncak hanyalah satu dari keseluruhan perjalanan yang saya lewati dengan pemandangan yang tak kalah indahnya. Terkadang kita terlalu fokus untuk mengejar puncak sampai sampai lupa untuk menikmati perjalanannya. Dari Gunung Kembang pula saya belajar untuk menjadi pribadi yang terus ber-kembang.
Semoga kedepannya saya diberikan kesempatan untuk mendaki gunung-gunung lainnya. Salam rahayu.